Senin, Januari 31, 2022

3 Cara Membuat Pelanggan Ikut Berperan Bagi Bisnis Anda



Orang-orang banyak yang secara pribadi merasa bertanggung jawab dalam merekomendasikan bisnis kepada teman-teman, terutama mereka merasa apakah rekomendasi itu berhasil atau tidak. Jika demikian mengapa Anda tidak mencoba memberi orang-orang lebih banyak rasa memiliki terhadap mereka atas apa yang Anda tawarkan sejak awal?

Inilah cara tiga perusahaan yang berbeda melakukannya:

1. Jelaskan dengan spesifik tentang feedback yang akan Anda ambil dengan sepenuh hati


Sebagai pembeli, mudah untuk berpikir bahwa feedback yang Anda berikan itu tidak akan membuat perbedaan. Lagi pula, berapa kali Anda mendapatkan tanggapan yang sifatnya umum dan otomatis setelah mengirimkan pendapat Anda kepada perusahaan? Jika Anda tidak ingin pelanggan Anda merasakan kekecewaan yang sama, tunjukkan kepada mereka bahwa Anda melakukan sesuatu untuk itu. Semakin spesifik dengan bagaimana Anda menangani feedback pelanggan Anda, semakin mereka dapat percaya bahwa Anda benar-benar akan menindak lanjutinya.

2. Jadikan rasa memiliki yang timbul itu lebih bermakna


Apakah Anda tahu bahwa REI bukan hanya brand besar yang dicintai, tetapi mereka juga merupakan sebuah koperasi (co-op)? Dan keanggotaan mereka bukanlah jenis di mana Anda hanya mendapatkan kartu dan buletin email. Mereka membiarkan anggotanya dapat melihat keuangan REI, mendengar pesan eksklusif dari presiden dan ketua mereka, dan memilih Dewan Direksi mereka. Tetapi Anda tidak harus menjalankan bisnis Anda seperti koperasi untuk membuat pelanggan Anda merasa terlibat dan penting. Belajar dari pengalaman yang ada pada REI, coba beri pelanggan sedikit wawasan tentang perusahaan Anda. Minta mereka untuk membantu Anda membuat satu keputusan besar. Beberapa dari tindakan seperti ini akan bisa sangat bermanfaat.

3. Biarkan mereka mendesain produk Anda


Poprageous, online retailers yang mengkhususkan diri dalam pakaian nilon yang funky, memungkinkan penggemar mereka mendesain produk mereka. Di platform  mereka, pelanggan dapat memilih jenis pakaian, mengunggah karya seni yang akan dicetak, memberi nama, dan menetapkan gol dan harga presale minimum. Pelanggan dapat membagikan desain itu pada semua teman-teman mereka, dan jika cukup banyak orang yang mengatakan mereka akan membelinya, Poprageous akan membuatnya. Hal tersebut menempatkan pelanggan mereka di pusat kesuksesan suatu produk, memberi mereka rasa memiliki atas desain, branding, dan pemasarannya. Tapi itu tidak berhenti di situ. Faktanya, masukan pelanggan sangat penting bagi Poprageous sehingga mereka juga mengelola private Facebook Group bagi para fans untuk berbicara langsung dengan pemilik perusahaan tentang ide dan saran mereka.

Punya pengalaman atau masukkan lain? Silahkan berbagi di komen!

Photo by William Fortunato on Pexels.com

Label:

Jumat, Januari 28, 2022

4 Fase Dalam Berjejaring Sosial



Salah satu kata kunci terbesar yang harus Anda perhatikan adalah membangun hubungan. Jejaring sosial (bukan media sosial lho ya) adalah tentang membuat orang lain terhubung dengan kita. Itu berarti kita harus memahami cara melibatkan orang yang bahkan belum pernah kita temui dalam percakapan yang bermakna.

Meskipun saya bukan satu-satunya pengamat dunia maya yang berbicara tentang online engagement, namun rasanya saya harus membagikan 4 fase berjejaring sosial yang dapat membawa Anda dari seorang newbie ke seorang yang ahli, di bawah ini:

Fase 1: Anak Baru

Belum ada yang mengenal Anda; Anda tidak memiliki kredibilitas dan tidak memiliki rekam jejak. Langkah pertama adalah mencari forum di mana seseorang akan mendengarkan Anda. Mulailah percakapan atau tambahkan topik baru ke percakapan saat ini dengan memperkenalkan ide baru atau sudut pandang unik, bahkan jika itu bertentangan dengan norma yang diterima. Bersiaplah untuk ditantang oleh penguasa sosial forum dan kontributor top yang sudah mapan. Anda harus membuktikan bahwa apa yang Anda katakan berharga dengan menggunakan contoh nyata. Kunci untuk bertahan dari fase anak baru ini adalah menanggapi setiap tantangan dengan kesabaran dan pendapat yang konsisten. Anda tidak dapat menjadikannya permasalahan pribadi. Jangan bergeming dari topik.

Fase 2: Hening

Anda telah menguasai serangan gencar dari orang-orang yang tidak percaya dan beberapa putaran pertama pertempuran di jejaring sosial. Tiba-tiba, keadaan menjadi sangat sunyi. Tidak ada balasan, tidak ada komentar, tidak ada engagement. Anda mungkin akan mulai bertanya-tanya apakah Anda mengatakan sesuatu yang tidak pantas atau menyinggung sehingga Anda diacuhkan. Apa yang harus dilakukan? Tugas Anda dalam fase ini adalah tetap berada di jalur. Terus posting, terus ajukan pertanyaan bagus, terus berkomentar, terus lakukan apa yang telah Anda lakukan. Mungkin perlu beberapa saat untuk pindah ke fase berikutnya, tetapi pahami bahwa ini adalah proses penilaian bagi orang lain untuk menguji apakah Anda teguh dalam apa yang Anda katakan. Setidaknya mereka tidak berbeda pendapat dengan Anda. Situasi yang bagus. Mereka mengawasimu. Mereka mendengarkan. Itu bahkan lebih baik.

Fase 3: Interaksi Berlanjut

Sedikit demi sedikit, komunikasi dua arah kembali terjalin. Seseorang berkomentar di salah satu postingan Anda, dan yang lain setuju dengan sesuatu yang Anda katakan. Hal berikutnya yang Anda tahu, Anda telah diterima ke dalam komunitas dan sekarang memiliki status layak untuk di follow.

Fase 4: Pertahanan

Fase keempat ini adalah fase yang paling menarik (setidaknya untuk saya). Seorang “anak baru” akan menantang sesuatu yang Anda katakan (seperti yang Anda lakukan di Fase 1), dan salah satu anggota komunitas membela Anda! Anda tahu bahwa Anda telah mencapai fase ini ketika pengikut Anda memastikan orang lain tahu bahwa Anda adalah ahlinya. Mereka mengawasi Anda dan apa yang Anda perjuangkan, mengoreksi “anak baru” ketika mereka mendorong Anda terlalu keras, mengklarifikasi salah tafsir atas nama Anda, dan dengan tulus berterima kasih atas kehebatan dan kontribusi Anda.

Tidak ada jalan pintas. Anda melewati 4 fase tersebut di atas untuk membangun hubungan dengan orang asing di dunia virtual dan mengubah mereka menjadi pendukung setia.

Nah, Anda sedang berada di fase yang mana saat ini?

Photo by Matheus Bertelli on Pexels.com 

Label:

Rabu, Januari 26, 2022

Memangkas Perantara


Baru saja selesai mengikuti sharing sessionnya Indra Aziz tentang NFT yang sengaja ia buat dengan mengundang teman-teman musisi yang ingin tahu lebih banyak tentang NFT.

Well, saya gak akan membahas NFT di tulisan saya ini (mungkin di tulisan lain kali ya), namun saya ingin membahas tentang betapa besarnya perubahan yang terjadi jika para musisi sudah mulai menggunakan NFT untuk dapat mendistribusikan karya mereka.

Poin-poin yang menurut saya cukup keren adalah, NFT membuat:

  • Musisi bisa menorehkan identitas kepemilikan bagi setiap karya mereka dengan menambahkan NFT, karena NFT itu sendiri seperti sertifikat kepemilikan yang tidak bisa diubah-ubah (terpatri dalam smartcontract)
  • Musisi (dan juga setiap pendukung karya) akan bisa mendapatkan royalti pada setiap karya yang terjual tanpa harus berhubungan dengan badan-badan kolektif yang tugasnya tadinya mengumpulkan hak-hak royalti tersebut. Dengan adanya smartcontract pada blockchain yang digunakan untuk NFT, maka pembagian Royalti tersebut sudah secara otomatis terbagi dan terdistribusi lewat wallet masing-masing penerima hak yang dicantumkan pada smartcontract.
  • Strategi pemasaran pun bisa diatur dalam smartcontract sehingga sistem langsung mengaturnya, misalnya, jika dalam smartcontract itu ingin diatur gimmick-gimmick marketing yang ingin dibagikan sebagai nilai tambah bagi para pembeli karya berNFT, seperti voucher, gratis nonton live concert, dan lain sebagainya.
  • Marketplace untuk berjualan musik berNFT semakin banyak bermunculan, membuat sebenarnya kreator jadi banyak pilihan.

Nah dengan demikian, kalau semua hak sudah bisa di set secara otomatis, saya pikir para badan pengumpul royalty yang ada sekarang harus segera memberikan nilai baru agar bisa tetap relevan. Atau ya banting setir ke pekerjaan lain, karena masalah royalty yang ngejelimet sudah secara otomatis terpecahkan dengan adanya platform blockchain yang ujung tombaknya NFT ini.

Bagaimana menurut kalian?

Photo by Soundtrap on Unsplash

Label:

Jumat, Januari 14, 2022

Value


Setiap manusia itu pasti memiliki value yang terbentuk dan diakui oleh masyarakat sekitar mereka. Value-value yang dimiliki itu akan membentuk branding berdasarkan value tersebut, suka apa tidak suka, sehingga muncullah asosiasi-asosiasi yang ditempelkan pada seseorang karena value dan branding yang terbentuk tersebut. Saya ambil contoh, misalnya saya mengenal seorang Deddy Corbuzier diawal-awal karirnya adalah seorang pesulap, sehingga setiap kali mendengar ada yang menyebut nama Deddy Corbuzier, maka yang terbayang adalah seorang pesulap dengan dandanan seperti drakula.

Ya tentunya Deddy Corbuzier yang sekarang berbeda dengan yang dulu, sehingga kalau saya bilang bahwa Deddy Corbuzier itu seorang pesulap yang berdandan ala drakula, pasti akan diketawain, karena seorang Deddy Corbuzier saat ini adalah seorang podcaster papan atas dengan rambut plontos dan berbadan tegap ala binaragawan.

Apa yang bisa kita pelajari dari Deddy Corbuzier? Tentu saja ia berhasil mengubah branding yang sudah terbangun di masa lalu menjadi new Deddy Corbuzier yang sekarang. Selain branding, value yang ia miliki pun berubah. Jika kita bicara program-program podcast yang diproduksi dengan baik ya kita jadi ingat Deddy.

Di dunia yang sangat kompetitif seperti sekarang ini, value menjadi sebuah pertimbangan untuk memenangkan kompetisi. Kalau tadi Deddy berpindah branding untuk membesarkan value yang lain dari seorang Deddy yang pesulap, maka orang-orang seperti kita akan berkompetisi dengan cara menyajikan value untuk memenangkan kompetisi. Employer akan lebih suka memilih seorang web manager yang juga bisa membuat dan mengedit konten ketimbang seorang web manager yang hanya bisa memanage web saja, walaupun itu sesuai dengan job desc yang ditawarkan padanya. Seorang specialist harus benar-benar memiliki prestasi setinggi langit untuk bisa diakui dan karyanya dipakai dengan harga yang tinggi. Jika tidak ya mereka harus berkompetisi dengan specialis-specialist yang sama yang mungkin punya value lebih di mata employer.

Saya ingat sewaktu masih tinggal di New York City puluhan tahun yang lalu, saya selalu terkagum-kagum dengan pengamen-pengamen di Subway Station yang tidak hanya bisa memainkan musik namun juga punya suara bagus, dan karya lagu original yang keren-keren. Saya saat itu berpendapat bahwa andai saja pengamen dengan talent sebanyak itu ada di Indonesia maka mungkin dia akan segera jadi artis papan atas. Pertanyaan saya pada saat itu kenapa di NYC mereka tidak bisa segera take off jadi artis terkenal? Jawabannya satu…..kompetisi yang sulit. Bahkan dengan talent sebanyak itu saja value mereka sebagai artis belum bisa bersaing, karena memang banyak artis-artis sejenis dengan talent banyak dan juga keren-keren. Yang sukses tentunya yang berhasil menyajikan value yang dianggap worth it dan potensial oleh para pemberi kesempatan di dunia penuh kompetisi tersebut.

Kembali ke diri kita, jika kita tidak terus menerus memelihara dan kalau bisa menambah terus value yang kita miliki, pada satu saat kita tidak lagi dianggap memiliki value tersebut. Orang-orang yang kenal bahwa kita sebagai orang yang punya sebuah value tertentu makin lama akan makin sedikit karena tergerus oleh waktu.

Jadilah seorang marketer yang baik, jadilah seorang business development manager yang baik, jadilah seorang designer yang baik, dan lain sebagainya. Anda tinggal menambahkan value demi value pada kompetensi utama yang Anda miliki, sehingga saat harus berkompetisi, Anda sudah ada didepan dibandingkan orang-orang yang berprofesi sama dengan Anda.

Photo by William W. Ward.

Label:

Rabu, Januari 12, 2022

Semesta



Minggu lalu saya bertemu dengan teman-teman SMP. Ya seperti biasanya, jika bertemu dengan teman-teman masa kecil pastilah kita mengangkat kembali cerita-cerita masa lalu di saat kita semua bersama-sama ada di satu masa. Mulai dari kenakalan-kenakalan yang kita lakukan dahulu sampai cerita-cerita menyenangkan. Begitu beranjak ke cerita masa sekarang, maka update yang sebenarnya mulai terjadi. Kejadian-kejadian suka-duka menjalani kehidupan mulai saling dipertukarkan, tentunya dengan kedalaman yang disesuaikan dengan senyaman apa kita bercerita dengan teman-teman kita tersebut.

Kita mulai membicarakan bagaimana kita menjalankan hidup, pekerjaan kita, penyakit yang diderita, dan lain sebagainya seputar itu. Pada saat itulah saya yakin kebanyakan dari kita menyadari, secara luas kita ada dalam semesta yang berbeda dibandingkan saat kita bersama-sama sekolah dulu.

Mendengarkan kisah-kisah perjalanan hidup teman-teman membuat saya tidak merasa sendiri dalam semesta tersebut. Mereka juga mengalaminya dan kadang lebih sulit. Refleksi pengalaman yang didapat membuat kita sadar bahwa setiap orang memiliki semestanya sendiri-sendiri dimana mereka juga mungkin berusaha belajar dari semesta yang dapat mereka lihat dari sisi kita.

Kita boleh saja merasa hidup kita yang paling sulit, namun cobalah mendengarkan kisah hidup orang lain maka semua jadi terasa lebih berimbang. Karena kita hidup dalam semesta kita masing-masing yang memang diciptakan untuk kita secara adil dan berimbang.

Photo by Jaymantri on Pexels.com

Label:

Minggu, Januari 09, 2022

Doktrin Rasa


Saya yakin kita semua punya makanan favorit. Saya pribadi suka sama sate, pempek, masakan padang (hampir semua). Anda juga pasti punya makanan atau pun minuman favorit yang tentunya disebabkan karena rasa yang sesuai dengan selera. Tidak ada yang salah punya makanan favorit hanya saja menurut saya wawasan kita tentang rasa ini jangan sampai terkunci pada satu keharusan.

Saya ingat dimasa kecil dulu pernah ikutan summer school di California (ya pada saat itu keluarga kami cukup mampu untuk melakukan hal-hal seperti ini), tinggal di satu keluarga Mormon (program homestay) dan mulailah gegar budaya dalam konteks rasa itu terjadi di awali dengan menerima kenyataan bahwa alpukat (avocado) itu adalah semacam saus cocolan bercita rasa asin, dimana saya keburu menganut bahwa alpukat itu ada jus dengan campuran susu kental manis dan gula merah cair. Pendapat saya tentang alpukat tersebut juga membuat homestay parent saya terkaget-kaget, ya sama seperti saya, dikepala mereka tidak pernah terbayangkan alpukat dijadikan jus a.k.a minuman manis segar.

Kita semua sudah terdoktrin oleh rasa yang diperkenalkan dan sudah ditentukan yang mana yang enak dan pantas serta yang mana yang tidak. Doktrin ini suka atau tidak jadi belenggu bagi banyak orang yang mungkin lidahnya tidak se adventurous lidah almarhum Anthony Bourdain yang bisa menerima beragam jenis makanan terlepas dari doktrin yang ia terima, atau mungkin saja Anthony Bourdain memang tidak pernah kena doktrin rasa sepanjang hidupnya.

Seberapa penting peranan indera perasa dalam hidup kita? Bagi orang-orang yang tidak terlalu terganggu oleh opini yang tersimpan dalam memori kita tentang sebuah rasa, mungkin tidak akan terlalu bermasalah (sepertinya ya), tapi bagi para garis keras bahwa telur yang kulitnya berwarna biru muda itu harus asin dan telur yang kulitnya berwarna coklat/putih itu tidak asin, saya rasa akan sulit.

Ayah saya baru pulang dari rumah sakit, dan karena dirawat di rumah sakit tersebut membuat semua permasalahan dalam tubuhnya terkuat, plus masalah-masalah baru muncul. Ini mungkin karena usianya yang sudah 81 tahun. Masalah yang saya ingin angkat adalah dia kehilangan kemampuan untuk merasakan rasa asin yang menyebabkan sulit bagi dirinya untuk makan karena semua makanan yang harusnya ada rasanya ini jadi tidak sempurna. Dan hal ini membuat dirinya sulit makan. Mulutnya menolak untuk memakan telur asin walaupun saya bilang ini telur biasa karena secara fisik memang telur asin. Mulutnya bisa menerima makanan-makanan yang manis, hanya saja jadi ada yang kurang karena setiap makanan itu pada dasarnya adalah kombinasi beragam rasa, dengan satu rasa yang dominan, misalnya asin atau manis.

Apakah mungkin kita mengalihkan rasa makanan yang sudah tersimpan berpuluh-puluh tahun dalam memori kita supaya kita bisa menerimanya? Saya tidak bisa menjawabnya. Walaupun sepertinya bisa, namun karena sangat sulit untuk ikut merasakannya maka saya tidak berani berpendapat. Salah satu pendapat yang saya miliki, jelas lidah kita sudah terdoktrin oleh rasa semenjak kita bisa membedakan rasa tersebut saat kita masih kecil dahulu.

Apakah mungkin kita makan tanpa mengindahkan rasa? Apakah mungkin kita terlepas dari doktrin rasa?

Saya tinggalkan pertanyaan ini bagi Anda untuk berpendapat.

Photo by cottonbro on Pexels.com

Label:

Sabtu, Januari 01, 2022

Catatan Tahun Baru 2022



Dalam beberapa jam yang lalu, tahun baru saja berganti saat saya mulai menulis tulisan ini. Banyak hal yang kita lalui selama 2 tahun pandemi mendera kehidupan kita. Struggling, struggling dan struggling, itulah yang kita lakukan. Lalu apakah perjuangan sudah selesai? Sepertinya belum, karena penyebab pandemi ini, Covid19 terus bermutasi memperbaharui diri mereka untuk menyerang umat manusia. Setelah kita babak belur di hajar varian Delta, pada saat saya menulis tulisan ini, varian Omicron sedang mulai menghajar negara-negara barat, dan sudah mulai masuk ke Indonesia.

Kita baru saja lega karena menjadi negara yang tercatat mencapai penurunan kasus Covid19 varian Delta tercepat. Kita baru saja mulai bisa ngumpul-ngumpul lagi di kafe untuk bertemu dengan teman-teman serta handai taulan, namun ancaman varian Omicron membuat acara tahun baru menjadi tidak seheboh biasanya. Rasa was-was diestafetkan ke tahun 2022, namun kita tetap perlu hidup.

I guess, pandemic is here to stay, that’s one think I should admit. Dengan 2 tahun pengalaman hidup dikelilingi pandemi, saya pribadi tidak bisa menunggu. Papa saya masuk Rumah Sakit di bulan Desember 2021 ini merupakan wake up call bagi saya pribadi yang menuntut saya untuk tidak bisa lagi menunggu. Opsi yang tersisa saat ini adalah berubah, CHANGE dan juga membantu siapapun untuk berubah bersama-sama jika diperlukan. Berubah untuk apa? Ya tentunya berubah agar bisa survive dan sukses di masa new normal ini. Saya bersama-sama dengan tim di Bangwin Consulting selalu mendorong klien untuk bisa bertransformasi mengikuti perkembangan jaman, now we have to do “walk the talk” atau istilah lainnya “practice what you preach” dengan ikut bertransformasi di tahun 2022 ini.

Kita semua harus berubah supaya bisa terus hidup, karena dengan tetap hidup maka kita bisa menjalankan dan menghargai tugas yang diberikan kepada kita di dunia ini.

Selamat tahun baru 2022!!

Photo by Towfiqu barbhuiya on Pexels.com

Label: