Senin, Maret 07, 2022

3 Fase Dalam Kehidupan Saya



Kira-kira beberapa minggu yang lalu saya bertemu secara tidak sengaja dengan salah satu teman kuliah saya. Dia bertanya pada saya dimana saya bekerja, di industri seperti apa? Apakah masih mendesain produk-produk elektronik rumah tangga? Saya tertegun sejenak. Masya Allah! berapa lama saya sudah meninggalkan dunia tersebut? Perlu saya jelaskan sedikit disini bahwa latar belakang pendidikan saya adalah desain produk industri dimana praktisinya disebut dengan desainer produk industri atau dalam bahasa Inggrisnya, industrial designer. Saya lulus dengan nilai yang cukup baik, dan sempat 6 tahun bekerja sesuai dengan ilmu yang saya pelajari tersebut di perusahaan elektronik asal Jepang yang cukup terkenal, Panasonic (dan National, back then). No wonder kalau banyak orang pada waktu itu mengenal saya sebagai seorang industrial designer.

Saat saya masih kuliah, saya sempat juga bekerja di sebuah biro desain yang sekarangpun sudah jadi biro desain yang cukup ternama, namanya Dedato (sekarang namanya Dedato Indonesia). Pokoknya saya dikenal sebagai hardcore industrial designer yang tidak mau berpaling ke dunia lain. Itulah fase pertama saya menjadi orang dewasa yang tidak lagi tergantung lagi oleh orang tua saya.

Fase kedua adalah ketika saya jatuh cinta terhadap dunia internet (istilah digital pada saat itu belum terlalu dikenal). Menggabungkan kemampuan mendesain dengan dunia internet menjadikan saya sebagai seorang web developer dan desainer di malam hari dan seorang industrial designer untuk Panasonic di siang hari. Hari demi hari, bulan demi bulan saya menggeluti dunia internet ini. Saya bereksperimen dengan membangun beberapa komunitas maya berbasis mailing-list, yang akhirnya memberikan bekal yang membuat saya diterima di perusahaan global, Yahoo!

Fase ketiga adalah fase paska Yahoo!, yang dimulai saat saya memutuskan untuk resign di tahun 2014, setelah sekitar 5 tahun bersama Yahoo! Fase ini adalah fase pencarian yang panjang dan terberat sampai saat ini menurut saya. Di fase ini saya yakin tidak ada lagi orang yang tahu bahwa saya adalah seorang industrial designer. Sebagai gantinya saya dikenal sebagai pengamat digital, hanya semata-mata karena saya memulainya jauh lebih dulu dari kebanyakan orang. Apakah benar demikian? Saya sangat yakin inilah persepsi banyak orang pada saat ini melihat keberadaan saya. Tidak memiliki branding yang kuat karena positioning yang juga tidak terlalu jelas juga.

Pertanyaan banyak orang tentang saya biasanya berkutat pada dua fase pertama. Karena memang pada masa-masa itulah positioning saya cukup jelas.

Lalu sekarang saya ngapain sih?

Okay…..sepertinya agak terlalu lama saya menjadi orang yang tidak diketahui pekerjaannya. Saya pikir mungkin ada baiknya saya mulai untuk bercerita tentang apa saja yang saya kerjakan pada saat ini dengan perspektif pekerjaannya (bukan dari perspektif saya), sehingga akan jadi runtutan konten yang lebih relevan.

Lagian cukup kali ya di blogpost ini saja cerita tentang saya…:-)

Photo by Keagan Henman on Unsplash 

Label:

Kamis, Maret 03, 2022

Empathize



Dalam pencarian solusi, langkah dasar yang terpenting adalah empathize atau dalam bahasa Indonesia dapat diartikan sebagai berempati.

Apa sih artinya empathize itu? Empathize atau berempati itu adalah memahami atau merasakan apa yang dialami oleh orang lain dari dalam kerangka acuan sudut pandang mereka, atau dengan kalimat yang lebih singkat adalah kapasitas untuk menempatkan diri pada posisi orang lain.

Mungkin belum banyak yang tahu (atau malah kebalikannya, semua sudah pada tahu) bahwa empathize ini adalah langkah awal pada metode Design Thinking, dimana sebelum kita menentukan permasalahan yang ada kita berusaha untuk “merasakan” sendiri agar bisa tahu permasalahan yang sebenarnya untuk kemudian bisa dilanjutkan ke langkah-langkah selanjutnya yang berujung pada problem solving atau solution finding.

Banyak dari kita mencoba memecahkan sebuah masalah, terjebak dengan pencarian solusi dari satu sisi saja, dan ironisnya permasalahan tersebut dilihat bukan dari sudut pandang yang terkena masalah tersebut melainkan sisi pencari solusi, dan ini menjadikan hasilnya jadi sangat mungkin meleset. Salah satu langkah yang sering dilewati justru langkah pondasi atau di awal yang disebut dengan empathize ini.

Problem yang sering dihadapi sehingga kita sering missed pada langkah empathize ini bermacam-macam, salah satunya adalah ingin cepat-cepat kelar dan sangat yakin bahwa apa yang kita rasakan sudah pasti mewakili pengguna yang ingin kita bantu pecahkan masalahnya. Sehingga saat jadi, pemecahannya jadinya didasari oleh asumsi. Ini yang membuat seluruh proses pencarian solusi jadi wasted.

Ingin memiliki Design Thinking mindset?, mulailah dengan membiasakan diri melakukan empathize atau berempati.

Tertarik untuk belajar tentang Design Thinking? Silahkan tinggalkan pesan di kolom komen atau silahkan hubungi saya via media sosial yang terlampir di blog ini ya


 

Label:

Senin, Februari 28, 2022

Mengapa Anda Harus Tetap Menulis Blog Walaupun Yang Baca Tidak Banyak?



Bila kita membahas tentang dunia blogging saat ini, hambatan yang muncul yang dirasakan para blogger saat ini adalah makin susahnya menarik orang untuk mengunjungi blog kita, dan makin hari ya makin sulit. Apakah Anda menulis blog untuk membangun personal brand ataupun business brand, jangan hiraukan hambatan-hambatan tersebut. Tetaplah menulis blog.  Ini beberapa alasan kenapa Anda harus tetap menulis blog:

Pengembangan Diri. 

Untuk menulis blog tentang sebuah subjek, Anda harus belajar tentang hal tersebut, bahkan mungkin sampai cukup dalam mempelajarinya. Membuat konten original membuat Anda lebih cerdas. Anda akan memperbaiki diri Anda pada setiap blog post yang Anda buat.

Memberikan Kejelasan. 

Menulis blog memaksa Anda untuk memberikan kejelasan tentang posisi Anda terhadap topik yang diangkat dan mengapa Anda berfikir seperti itu? Hal tersebut memperjelas pandangan Anda.

Meningkatkan Keahlian. 

Seberapa banyak pekerjaan yang didapat melalui blog Anda memberikan gambaran tersendiri bagaimana Anda berkomunikasi dan berfikir. Blogging itu keahlian yang berharga dan berdaya jual.

Pengingat Bagi Pelanggan. 

Blog Anda mengkomunikasikan sedikit demi sedikit pada pelanggan Anda yang nun jauh diluar sana tentang betapa spesialnya layanan atau produk yang Anda hasilkan.

Hubungan Masyarakat. 

Blog post, tidak seperti press release atau status update pada media sosial, memiliki kesempatan yang besar untuk pencapaian secara masif. Terutama pada layanan agregator dan cross-posting publishing platform.

Untuk Kepentingan Mesin Pencari (Search Engine). 

Mesin pencari (Search Engine) selalu mendahulukan situs-situs yang memiliki konten yang fresh (selalu baru) dan original. Riset menunjukkan bahwa website yang memiliki blog medapatkan 55% pengunjung lebih banyak dibandingkan dengan website yang tidak memiliki blog.

Koleksi Konten. 

Mengembangkan volume konten sebuah blog dapat memberikan banyak keuntungan seperti misalnya menjawab pertanyaan yang diterima, atau memberikan dasar bagi sebuah presentasi, speech atau pembuatan buku.

Tempat Mengembangkan Produk. 

Sebuah blog bisa menjadi lab R&D dimana Anda bisa mengikutsertakan pembeli/pelanggan/pengguna untuk ikut memecahkan masalah dan mengumpulkan ide untuk produk atau layanan baru.

Pencarian Tak Terbatas. 

Pembeli/pelanggan/pengguna bisa mendapatkan informasi tentang Anda lewat Google beberapa saat setelah  Anda mempublish blog post Anda. Setelah itu konten Anda akan “bekerja” dari bulan ke bulan untuk Anda.

Angka vs Dampak. 

Anda mungkin saja hanya memiliki sedikit pembaca. Namun Anda bisa mengubah hidup salah satu dari mereka. Siapa yang bisa Anda sentuh dengan blog Anda? Tetaplah menulis blog! 

Label:

Rabu, Februari 16, 2022

Isoman Hari ke 4 – Desperately Seeking Medicine

Hari ini adalah hari ke 4 saya isoman dengan kondisi baru kemarin saya terkonfirmasi covid 19 lewat test rapid antigen, dimana cerita selengkapnya bisa dibaca di blogpost saya sebelumnya.

Hari ini adalah hari perburuan obat gratis yang memang oleh pemerintah melalui Kementerian Kesehatan dikatakan akan dibagikan bagi setiap. Bukannya saya gak mau rugi, tapi memang ternyata obat-obatan yang diresepkan untuk penderita Covid 19 itu cukup mahal (setidaknya buat saya lho ya).

Pada paruh hari pertama, problem yang terjadi kemarin masih belum berubah, yaitu saya belum mendapatkan pesan WA dari pemerintah yang membuat saya tidak bisa menebus obat-obatan gratis tersebut. Untungnya ada teman yang membantu sehingga saya bisa mendapatkan obat-obatan tersebut dan mulai mengonsumsinya setelah waktu makan siang (terima kasih banyak ya kawan).

Paket B

Gambar di atas ini menunjukkan obat-obatan gratis yang diberikan oleh Kemkes yang dikemas dengan sebutan Paket B yang artinya untuk penderita Covid 19 bergejala ringan. Paket B ini terdiri dari Multivitamin (sebelah kiri) yang harus diminum 1 kali sehari), lalu Paracetamol 500 MG (tengah) yang harus diminum 3 x sehari 1 tablet serta yang terakhir Favipiravir 200 MG (kanan) dengan dosis yang rada tidak biasa, yaitu di hari pertama harus diminum sebanyak 8 tablet dalam 2 kali sehari, lalu hari kedua – kelima harus diminum 3 tablet dalam 2 kali sehari.

Ya, karena tidak biasa makan obat sebanyak itu dalam sekali telan, jadi sesudahnya perut berasa penuh. Tapi apa boleh buat, apapun akan saya lakukan demi kesembuhan kan ya?

Pada sore hari, sahabat saya kang Yudi Jodjana mengirimkan sebuah artikel dari Detik Health yang berjudul: “Positif COVID-19 Lewat Antigen Kini Bisa Telemedicine Gratis, Cek Syaratnya” yang sepertinya memberikan jawaban bagi kebingungan saya selama ini. Ternyata memang sebelumnya hanya test PCR lah yang NIKnya eligible untuk mendapatkan obat-obatan gratis, sedangkan saya kan testnya rapid antigen, pantas saja NIK saya tidak terdaftar, walaupun di pedulilindungi.id sudah langsung tercantum bahwa saya positif. Pada artikel tersebut disebutkan bahwa pada sore hari tadi sudah mulai diberlakukan pembukaan pengguna test Antigen untuk bisa menebus obat gratis. Tentu saja saya menyambutnya dengan gembira. Apakah sore hari tadi saya langsung dapat? Ya tidak, saya baru dapat WA dari Kemkes di malam hari, dan langsung saya cek di sini dan terlihat bahwa NIK saya sudah terdaftar. Tentunya langsung saya melakukan pemesanan di sini dengan mengupload resep digital yang sudah saya dapatkan kemarin malam.

Itu dulu update dari saya. Selain aktivitas mengajar, menulis blog membantu saya agar tidak terjebak dalam insanity karena harus mengurung diri dalam kamar kecil ini dan juga tekanan-tekanan yang terjadi. Mudah-mudahan badai ini bisa cepat berlalu ya…..Amiiiin.

Salam sehat selalu bagi kita semua!

Label:

Selasa, Februari 15, 2022

Isoman

 

Yak akhirnya saya juga mendapatkan giliran dihampiri oleh virus ini, virus yang sudah mengambil korban cukup banyak di seluruh dunia (saya tidak akan memaparkannya di sini, karena datanya banyak tersebar di internet). Dimana saya mendapatkannya? Saya tidak tahu pasti namun memang tingkat penyebarannya akhir-akhir ini sedang tinggi-tingginya di Jabodetabek dan secara bersamaan saya juga sedang mengejar beberapa dokumen yang harus saya urus dalam rangka mendapatkan NIDN (Nomer Induk Dosen Nasional) sehingga saya harus mengunjungi beberapa tempat seperti misalnya ke kampus tempat saya kuliah untuk mendapatkan legalisir ijazah dan juga beberapa surat keterangan (kesehatan jasmani, kesehatan mental dan bebas narkoba) di RSPAD Gatot Subroto. Walaupun saya tidak tahu pasti namun sepertinya saya mendapatkannya saat saya melakukan perjalanan ke RSPAD, entah apa di rumah sakitnya ataupun pada perjalanannya karena saya menggunakan kendaraan umum pada saat itu. Yang pasti memang pada hari itu memang sangat-sangat melelahkan, asumsi saya pada saat kondisi tubuh yang menurun itulah virus masuk.

Di awali pada tanggal 11 Februari 2022, sesampainya di rumah saya merasakan kelelahan diluar kebiasaan yang membuat malam itu saya langsung tidur lebih cepat. Keesokan harinya mulailah gejala radang tenggorokan dan flu muncul. Saya bersin-bersin terus dan tenggorokan mulai tidak enak.

Hari berikutnya (13 Februari 2022) mulai merasakan tubuh meriang dan demam (sampai 38,5), pada saat itu saya sudah memutuskan untuk isoman di kamar kerja Tyas, sementara kami berencana esok pagi untuk menyiapkan kamar tamu bawah (yang digunakan sebagai tempat olahraga) sebagai tempat saya isoman).

Pada tanggal 14 Februari 2022, saya mulai isoman di kamar bawah. Suhu tubuh sudah mulai normal kembali dan saya mulai mencari informasi untuk tes antigen/PCR. Salah satu teman menyarankan untuk tes setelah 3 hari gejala dimulai, artinya tanggal 15 Februari 2022.

Pada tanggal 15 Februari 2022, saya tes antigen di RSPI Bintaro pada pukul 10, dengan antrian yang cukup panjang dan setelahnya kurang dari 30 menit hasilnya sudah dikirimkan via email dimana hasilnya sudah sama-sama kita ketahui, yaitu positif.

Begitu tahu hasilnya positif, maka seluruh keluarga yang tinggal serumah (istri, anak dan ayah saya) tes antigen juga untuk memastikan ada yang terpapar juga kah selain saya, dan alhamdulillah hasil tesnya semuanya negatif.

Pencarian Obat


Setelah terkonfirmasi positif covid 19, mulailah usaha untuk mendapatkan obat yang seharusnya tidak sulit terutama ketika teman SMA saya yang juga sedang isoman pada saat ini menceritakan kembali pengalamannya pada video ini. Ada 3 pihak yang terkait agar membuat proses layanannya bisa berlangsung dengan mulus, yang pertama Lab tempat tes, yang kedua situs pedulilindungi.id dan yang terakhir adalah kemkes. Saya sudah melakukan tes di Lab RSPI Bintaro (ada dalam jejaring kemkes). Lalu hampir instan status di pedulilindungi.id pun langsung terupdate. Nah pada saat cek untuk pengobatan gratis isoman di kemkes, NIK saya disebutkan tidak terdaftar, akibatnya saya tida claim obat-obatan yang sudah diresepkan oleh dokter (ya saya akhirnya memfollow up sendiri ke fasilitas telemedisin di halodoc).

Sampai tulisan ini dibuatpun saya belum menerima WA dari kemkes yang biasanya teman-teman yang juga terpapar dapatkan agar bisa memfollow up untuk obat-obatan gratis tersebut. Alhasil sampai malam ini saya masih mengonsumsi obat bebas Decolsin tablet.

Mudah-mudahan besok WA dari kemkes sudah dapat saya terima supaya saya bisa mendapatkan obat yang saya butuhkan untuk pengobatan covid 19 ini.

Itu dulu….have a good night, sehat selalu ya

Label:

Sabtu, Februari 05, 2022

8 Perbedaan Utama Digital Nomad dan Freelancer



Gaya hidup digital nomad telah menjadi sangat trendi selama beberapa tahun terakhir, dengan semakin banyak orang yang ingin bekerja dengan laptop mereka di pantai yang indah, dan siapa yang bisa melarang mereka?

Bagi para freelancer, terjun ke kehidupan digital nomad itu bukanlah lompatan besar, karena banyak dari mereka sudah memiliki kemampuan untuk bekerja dari jarak jauh di mana pun tempat bekerja yang mereka pilih.

Perbedaan Utama antara Digital Nomad dan Freelancer


Namun, jika Anda mempertimbangkan untuk menjadi seorang digital nomad, maka Anda harus tahu bahwa ada perbedaan utama dalam melakukan pekerjaan lepas, ada yang baik, dan ada juga yang buruk. Saya coba uraikan perubahan terbesar yang akan Anda alami antara menjadi seorang freelancer dan menjadi seorang digital nomad.

1. Kenyamanan Rumah


Freelancer yang bekerja dari rumah sering kali punya bagian di rumah mereka yang digunakan sebagai kantor, dengan komputer berlayar besar untuk bekerja, dan akses instan ke kamar mandi, teh, kopi, dan kenyamanan rumah lainnya.

Sedikit berbeda. Anda akan memiliki hari-hari di mana tidak ada tempat untuk bekerja selain di tempat tidur kamar hotel yang gelap, atau mungkin internet cafe tua yang penuh dengan komputer jadul dari tahun 90-an. Bekerja di perjalanan berarti Anda harus bisa menyesuaikan diri dengan lingkungan di sekitar Anda, yang artinya terkadang itu adalah pantai dengan deretan kafe cantik dan WiFi gratis, namun terkadang tidak.

2. WiFi


Mungkin perbedaan terbesar antara bekerja lepas (freelancing) dan bekerja secara remote adalah harus berurusan dengan keberagaman aksesibilitas dan keandalan WiFi. Semua digital akan sadar tentang seramnya tiba di lokasi yang terpencil dengan kecepatan WiFi yang sangat lambat dan tidak ada pilihan lain.

Freelancer yang mengandalkan internet hampir secara eksklusif untuk menyelesaikan pekerjaan mereka mungkin harus melakukan ekstra riset di lokasi yang akan dikunjungi sebelum menjadi digital nomad.

3. Peralatan/Gadgets yang Terbatas


Saat Anda bepergian tanpa membawa apa-apa selain ransel, maka berat bawaan harus menjadi prioritas. Oleh karena itu, jumlah alat dan gadget yang dapat Anda bawa jauh lebih terbatas jika dibandingkan ketika Anda bekerja lepas di rumah dimana fasilitas bisa disiapkan sebanyak yang Anda butuhkan.

Ini tidak terlalu menjadi masalah bagi freelancer yang hanya membutuhkan laptop, tetapi jika Anda seorang fotografer lepas, pembuat film, atau artis, Anda mungkin merasa sulit untuk memasukkan semua peralatan profesional Anda, serta pakaian Anda, ke dalam persyaratan bagasi yang ketat yang banyak diterapkan oleh maskapai penerbangan.

4. Kesulitan Karena Perbedaan Waktu


Berada di zona waktu yang berbeda dengan klien Anda dapat menghasilkan jam kerja yang menarik. Sebagai seorang remote worker, tekanan sering terjadi pada Anda untuk membuat rapat dan tenggat waktu yang mengikuti zona waktu klien. Tergantung di mana Anda berada, ini bisa berarti sangat larut malam atau dini hari agar sesuai dengan jam kerja mereka.

Sisi positif dari kehidupan seorang digital nomad adalah bahwa ketika harus bekerja di malam hari atau dini hari berarti Anda akan memiliki sebagian besar hari Anda untuk menjelajahi negara-negara baru yang menakjubkan yang akan Anda kunjungi.

5. Komunikasi


Ada perbedaan besar antara berkomunikasi dengan klien sebagai freelancer yang bekerja dari rumah, dan sebagai digital nomad. Dengan biaya telepon dari luar negeri yang terlalu tinggi, menelepon klien dari negara lain tidak semudah itu—belum lagi Anda harus segera menghubungi klien di rumah saat tengah malam.

Menjadi seorang digital nomad berarti mengandalkan alat online seperti Skype dan Zoom untuk komunikasi yang konsisten dengan klien dan kolega Anda. Meskipun terkadang sedikit merepotkan, tidak bisa menerima panggilan sepanjang hari cenderung membuat Anda jauh lebih efisien dalam menyelesaikan pekerjaan.

6. Kesepian


Jika Anda seorang freelancer di negara Anda sendiri, kemungkinan besar Anda akan memiliki klien, kolega, teman, dan keluarga di dekat Anda pada saat merasa kesepian atau kebosanan. Sebagai seorang digital nomad, sistem pendukung ini tiba-tiba tidak mudah didapatkan, yang kemudian dapat menjadi kesulitan bagi banyak orang.

Meski para freelancer harus membiasakan diri bekerja sendiri ketimbang di keramaian kantor, terkadang bekerja sebagai digital nomad bisa jadi lebih sepi. Bepergian di negara dengan bahasa asing dapat membuat sulit untuk mendapatkan teman baru, terutama jika Anda selalu ada di belakang laptop hampir sepanjang hari. Jika Anda baru mengenal gaya hidup digital nomad, salah satu tips terbesar yang bisa saya berikan adalah tetap tinggal di hotel dan mencari tahu di mana ada co-working space. Ini bisa menjadi peluang bagus untuk mendapatkan teman baru dan bahkan jaringan di niche freelance Anda.

7. Memenuhi Tenggat Waktu


Saya tidak akan bohong: kehidupan sebagai seorang digital nomad itu memiliki banyak gangguan! Anda harus sangat termotivasi untuk membuat diri Anda bekerja ketika Anda lebih suka keluar menjelajahi kota-kota baru dan menemukan petualangan baru.

Freelancer membutuhkan dorongan yang sama untuk fokus dan menyelesaikan pekerjaan secara mandiri, dan pada kenyataannya bekerja sambil bepergian itu sangat penting untuk memelihara semangat untuk tetap bekerja. Jika Anda ingin menjadi digital nomad, Anda harus mempraktikkan disiplin yang serius untuk memastikan Anda memenuhi tenggat waktu secara konsisten dan membuat klien Anda senang.

8. Mendapatkan Klien


Jika Anda sudah menjadi freelancer dengan klien reguler, Anda selangkah lebih maju. Mendapatkan klien sebagai digital nomad kadang-kadang bisa rumit, dengan beberapa perusahaan menunda karena kurangnya konsistensi di tempat kerja Anda.

Berada di luar dari tempat kerja Anda mungkin berarti Anda harus bekerja dua kali lebih keras untuk memenangkan penawaran dan mendapatkan klien untuk memastikan penghasilan Anda cukup untuk bekal perjalanan Anda.

Nah, apakah Anda seorang freelancer yang beralih menjadi digital nomad, atau hanya memikirkannya? Melakukan transisi dari bekerja secara remote dari rumah ke jarak jauh dari mana saja di dunia dapat menimbulkan konsekuensi penyesuaian yang besar, tetapi selama Anda siap untuk perubahan tersebut, maka tidak ada yang tidak bisa Anda tangani!

Photo by Andrew Neel on Pexels.com

Label:

Jumat, Januari 28, 2022

4 Fase Dalam Berjejaring Sosial



Salah satu kata kunci terbesar yang harus Anda perhatikan adalah membangun hubungan. Jejaring sosial (bukan media sosial lho ya) adalah tentang membuat orang lain terhubung dengan kita. Itu berarti kita harus memahami cara melibatkan orang yang bahkan belum pernah kita temui dalam percakapan yang bermakna.

Meskipun saya bukan satu-satunya pengamat dunia maya yang berbicara tentang online engagement, namun rasanya saya harus membagikan 4 fase berjejaring sosial yang dapat membawa Anda dari seorang newbie ke seorang yang ahli, di bawah ini:

Fase 1: Anak Baru

Belum ada yang mengenal Anda; Anda tidak memiliki kredibilitas dan tidak memiliki rekam jejak. Langkah pertama adalah mencari forum di mana seseorang akan mendengarkan Anda. Mulailah percakapan atau tambahkan topik baru ke percakapan saat ini dengan memperkenalkan ide baru atau sudut pandang unik, bahkan jika itu bertentangan dengan norma yang diterima. Bersiaplah untuk ditantang oleh penguasa sosial forum dan kontributor top yang sudah mapan. Anda harus membuktikan bahwa apa yang Anda katakan berharga dengan menggunakan contoh nyata. Kunci untuk bertahan dari fase anak baru ini adalah menanggapi setiap tantangan dengan kesabaran dan pendapat yang konsisten. Anda tidak dapat menjadikannya permasalahan pribadi. Jangan bergeming dari topik.

Fase 2: Hening

Anda telah menguasai serangan gencar dari orang-orang yang tidak percaya dan beberapa putaran pertama pertempuran di jejaring sosial. Tiba-tiba, keadaan menjadi sangat sunyi. Tidak ada balasan, tidak ada komentar, tidak ada engagement. Anda mungkin akan mulai bertanya-tanya apakah Anda mengatakan sesuatu yang tidak pantas atau menyinggung sehingga Anda diacuhkan. Apa yang harus dilakukan? Tugas Anda dalam fase ini adalah tetap berada di jalur. Terus posting, terus ajukan pertanyaan bagus, terus berkomentar, terus lakukan apa yang telah Anda lakukan. Mungkin perlu beberapa saat untuk pindah ke fase berikutnya, tetapi pahami bahwa ini adalah proses penilaian bagi orang lain untuk menguji apakah Anda teguh dalam apa yang Anda katakan. Setidaknya mereka tidak berbeda pendapat dengan Anda. Situasi yang bagus. Mereka mengawasimu. Mereka mendengarkan. Itu bahkan lebih baik.

Fase 3: Interaksi Berlanjut

Sedikit demi sedikit, komunikasi dua arah kembali terjalin. Seseorang berkomentar di salah satu postingan Anda, dan yang lain setuju dengan sesuatu yang Anda katakan. Hal berikutnya yang Anda tahu, Anda telah diterima ke dalam komunitas dan sekarang memiliki status layak untuk di follow.

Fase 4: Pertahanan

Fase keempat ini adalah fase yang paling menarik (setidaknya untuk saya). Seorang “anak baru” akan menantang sesuatu yang Anda katakan (seperti yang Anda lakukan di Fase 1), dan salah satu anggota komunitas membela Anda! Anda tahu bahwa Anda telah mencapai fase ini ketika pengikut Anda memastikan orang lain tahu bahwa Anda adalah ahlinya. Mereka mengawasi Anda dan apa yang Anda perjuangkan, mengoreksi “anak baru” ketika mereka mendorong Anda terlalu keras, mengklarifikasi salah tafsir atas nama Anda, dan dengan tulus berterima kasih atas kehebatan dan kontribusi Anda.

Tidak ada jalan pintas. Anda melewati 4 fase tersebut di atas untuk membangun hubungan dengan orang asing di dunia virtual dan mengubah mereka menjadi pendukung setia.

Nah, Anda sedang berada di fase yang mana saat ini?

Photo by Matheus Bertelli on Pexels.com 

Label:

Jumat, Januari 14, 2022

Value


Setiap manusia itu pasti memiliki value yang terbentuk dan diakui oleh masyarakat sekitar mereka. Value-value yang dimiliki itu akan membentuk branding berdasarkan value tersebut, suka apa tidak suka, sehingga muncullah asosiasi-asosiasi yang ditempelkan pada seseorang karena value dan branding yang terbentuk tersebut. Saya ambil contoh, misalnya saya mengenal seorang Deddy Corbuzier diawal-awal karirnya adalah seorang pesulap, sehingga setiap kali mendengar ada yang menyebut nama Deddy Corbuzier, maka yang terbayang adalah seorang pesulap dengan dandanan seperti drakula.

Ya tentunya Deddy Corbuzier yang sekarang berbeda dengan yang dulu, sehingga kalau saya bilang bahwa Deddy Corbuzier itu seorang pesulap yang berdandan ala drakula, pasti akan diketawain, karena seorang Deddy Corbuzier saat ini adalah seorang podcaster papan atas dengan rambut plontos dan berbadan tegap ala binaragawan.

Apa yang bisa kita pelajari dari Deddy Corbuzier? Tentu saja ia berhasil mengubah branding yang sudah terbangun di masa lalu menjadi new Deddy Corbuzier yang sekarang. Selain branding, value yang ia miliki pun berubah. Jika kita bicara program-program podcast yang diproduksi dengan baik ya kita jadi ingat Deddy.

Di dunia yang sangat kompetitif seperti sekarang ini, value menjadi sebuah pertimbangan untuk memenangkan kompetisi. Kalau tadi Deddy berpindah branding untuk membesarkan value yang lain dari seorang Deddy yang pesulap, maka orang-orang seperti kita akan berkompetisi dengan cara menyajikan value untuk memenangkan kompetisi. Employer akan lebih suka memilih seorang web manager yang juga bisa membuat dan mengedit konten ketimbang seorang web manager yang hanya bisa memanage web saja, walaupun itu sesuai dengan job desc yang ditawarkan padanya. Seorang specialist harus benar-benar memiliki prestasi setinggi langit untuk bisa diakui dan karyanya dipakai dengan harga yang tinggi. Jika tidak ya mereka harus berkompetisi dengan specialis-specialist yang sama yang mungkin punya value lebih di mata employer.

Saya ingat sewaktu masih tinggal di New York City puluhan tahun yang lalu, saya selalu terkagum-kagum dengan pengamen-pengamen di Subway Station yang tidak hanya bisa memainkan musik namun juga punya suara bagus, dan karya lagu original yang keren-keren. Saya saat itu berpendapat bahwa andai saja pengamen dengan talent sebanyak itu ada di Indonesia maka mungkin dia akan segera jadi artis papan atas. Pertanyaan saya pada saat itu kenapa di NYC mereka tidak bisa segera take off jadi artis terkenal? Jawabannya satu…..kompetisi yang sulit. Bahkan dengan talent sebanyak itu saja value mereka sebagai artis belum bisa bersaing, karena memang banyak artis-artis sejenis dengan talent banyak dan juga keren-keren. Yang sukses tentunya yang berhasil menyajikan value yang dianggap worth it dan potensial oleh para pemberi kesempatan di dunia penuh kompetisi tersebut.

Kembali ke diri kita, jika kita tidak terus menerus memelihara dan kalau bisa menambah terus value yang kita miliki, pada satu saat kita tidak lagi dianggap memiliki value tersebut. Orang-orang yang kenal bahwa kita sebagai orang yang punya sebuah value tertentu makin lama akan makin sedikit karena tergerus oleh waktu.

Jadilah seorang marketer yang baik, jadilah seorang business development manager yang baik, jadilah seorang designer yang baik, dan lain sebagainya. Anda tinggal menambahkan value demi value pada kompetensi utama yang Anda miliki, sehingga saat harus berkompetisi, Anda sudah ada didepan dibandingkan orang-orang yang berprofesi sama dengan Anda.

Photo by William W. Ward.

Label:

Minggu, Januari 09, 2022

Doktrin Rasa


Saya yakin kita semua punya makanan favorit. Saya pribadi suka sama sate, pempek, masakan padang (hampir semua). Anda juga pasti punya makanan atau pun minuman favorit yang tentunya disebabkan karena rasa yang sesuai dengan selera. Tidak ada yang salah punya makanan favorit hanya saja menurut saya wawasan kita tentang rasa ini jangan sampai terkunci pada satu keharusan.

Saya ingat dimasa kecil dulu pernah ikutan summer school di California (ya pada saat itu keluarga kami cukup mampu untuk melakukan hal-hal seperti ini), tinggal di satu keluarga Mormon (program homestay) dan mulailah gegar budaya dalam konteks rasa itu terjadi di awali dengan menerima kenyataan bahwa alpukat (avocado) itu adalah semacam saus cocolan bercita rasa asin, dimana saya keburu menganut bahwa alpukat itu ada jus dengan campuran susu kental manis dan gula merah cair. Pendapat saya tentang alpukat tersebut juga membuat homestay parent saya terkaget-kaget, ya sama seperti saya, dikepala mereka tidak pernah terbayangkan alpukat dijadikan jus a.k.a minuman manis segar.

Kita semua sudah terdoktrin oleh rasa yang diperkenalkan dan sudah ditentukan yang mana yang enak dan pantas serta yang mana yang tidak. Doktrin ini suka atau tidak jadi belenggu bagi banyak orang yang mungkin lidahnya tidak se adventurous lidah almarhum Anthony Bourdain yang bisa menerima beragam jenis makanan terlepas dari doktrin yang ia terima, atau mungkin saja Anthony Bourdain memang tidak pernah kena doktrin rasa sepanjang hidupnya.

Seberapa penting peranan indera perasa dalam hidup kita? Bagi orang-orang yang tidak terlalu terganggu oleh opini yang tersimpan dalam memori kita tentang sebuah rasa, mungkin tidak akan terlalu bermasalah (sepertinya ya), tapi bagi para garis keras bahwa telur yang kulitnya berwarna biru muda itu harus asin dan telur yang kulitnya berwarna coklat/putih itu tidak asin, saya rasa akan sulit.

Ayah saya baru pulang dari rumah sakit, dan karena dirawat di rumah sakit tersebut membuat semua permasalahan dalam tubuhnya terkuat, plus masalah-masalah baru muncul. Ini mungkin karena usianya yang sudah 81 tahun. Masalah yang saya ingin angkat adalah dia kehilangan kemampuan untuk merasakan rasa asin yang menyebabkan sulit bagi dirinya untuk makan karena semua makanan yang harusnya ada rasanya ini jadi tidak sempurna. Dan hal ini membuat dirinya sulit makan. Mulutnya menolak untuk memakan telur asin walaupun saya bilang ini telur biasa karena secara fisik memang telur asin. Mulutnya bisa menerima makanan-makanan yang manis, hanya saja jadi ada yang kurang karena setiap makanan itu pada dasarnya adalah kombinasi beragam rasa, dengan satu rasa yang dominan, misalnya asin atau manis.

Apakah mungkin kita mengalihkan rasa makanan yang sudah tersimpan berpuluh-puluh tahun dalam memori kita supaya kita bisa menerimanya? Saya tidak bisa menjawabnya. Walaupun sepertinya bisa, namun karena sangat sulit untuk ikut merasakannya maka saya tidak berani berpendapat. Salah satu pendapat yang saya miliki, jelas lidah kita sudah terdoktrin oleh rasa semenjak kita bisa membedakan rasa tersebut saat kita masih kecil dahulu.

Apakah mungkin kita makan tanpa mengindahkan rasa? Apakah mungkin kita terlepas dari doktrin rasa?

Saya tinggalkan pertanyaan ini bagi Anda untuk berpendapat.

Photo by cottonbro on Pexels.com

Label:

Sabtu, Januari 01, 2022

Catatan Tahun Baru 2022



Dalam beberapa jam yang lalu, tahun baru saja berganti saat saya mulai menulis tulisan ini. Banyak hal yang kita lalui selama 2 tahun pandemi mendera kehidupan kita. Struggling, struggling dan struggling, itulah yang kita lakukan. Lalu apakah perjuangan sudah selesai? Sepertinya belum, karena penyebab pandemi ini, Covid19 terus bermutasi memperbaharui diri mereka untuk menyerang umat manusia. Setelah kita babak belur di hajar varian Delta, pada saat saya menulis tulisan ini, varian Omicron sedang mulai menghajar negara-negara barat, dan sudah mulai masuk ke Indonesia.

Kita baru saja lega karena menjadi negara yang tercatat mencapai penurunan kasus Covid19 varian Delta tercepat. Kita baru saja mulai bisa ngumpul-ngumpul lagi di kafe untuk bertemu dengan teman-teman serta handai taulan, namun ancaman varian Omicron membuat acara tahun baru menjadi tidak seheboh biasanya. Rasa was-was diestafetkan ke tahun 2022, namun kita tetap perlu hidup.

I guess, pandemic is here to stay, that’s one think I should admit. Dengan 2 tahun pengalaman hidup dikelilingi pandemi, saya pribadi tidak bisa menunggu. Papa saya masuk Rumah Sakit di bulan Desember 2021 ini merupakan wake up call bagi saya pribadi yang menuntut saya untuk tidak bisa lagi menunggu. Opsi yang tersisa saat ini adalah berubah, CHANGE dan juga membantu siapapun untuk berubah bersama-sama jika diperlukan. Berubah untuk apa? Ya tentunya berubah agar bisa survive dan sukses di masa new normal ini. Saya bersama-sama dengan tim di Bangwin Consulting selalu mendorong klien untuk bisa bertransformasi mengikuti perkembangan jaman, now we have to do “walk the talk” atau istilah lainnya “practice what you preach” dengan ikut bertransformasi di tahun 2022 ini.

Kita semua harus berubah supaya bisa terus hidup, karena dengan tetap hidup maka kita bisa menjalankan dan menghargai tugas yang diberikan kepada kita di dunia ini.

Selamat tahun baru 2022!!

Photo by Towfiqu barbhuiya on Pexels.com

Label: